Sex Marketing
Filsuf
kondang Michael Foucault pernah mengatakan bahwa seks amat berpengaruh terhadap
individu dan rekayasa kekuasaan. Dalam uraian panjangnya yang terangkum dalam
buku the history of sexuality. Foulcault
bertutur bahwa sejak akhir abad XVIII sampai saat ini telah terjadi suatu
bentuk individualitas yang justru merupakan kebalikan dari tipe individualitas
pada zaman rezim feudal. Manusia hidup dalam sebuah rezim baru, yakni rezim
disipliner. Teknik disiplin yang pada mulanya berpusat pada tubuh, lambat laun
menyebar ke segala bidang. Individu semakin terspesialisasi. Segala kegiatan
individu di control melalui penetapan jadual pelaksanaan dengan tujuan
menghasilkan ritme dan keteraturan.
Sejak
akhir abad XVIII sampai sekarang ini, kata Foulcoult, terjadi letusan diskursif
tentang seks. Seks dibicarakan dimana-mana. Individu dimotivasi untuk mengenal
dirinya secara keseluruhan melalui penuturannya tentang seks. Teknik ampuh
untuk mendorong individu berbicara tentang seks oleh Foulcault disebut dengan
pengakuan. Apa saja oleh individu bersedia dilakukan. Orang mengakui
kejahatannya, pikiran-pikirannya, fantasinya, perbuatannya. Teknik pengakuan
ini sebenarnya alat control dan pemantauan yang oleh individu sendiri tidak
disadari. Individu tidak menyadari bahwa telah terjadi semacam rekayasa
kekuasaan terhadap dirinya sendiri (Joao Piedade,1991).
Pikiran
cerdas Foulcault ternyata tanpa disadari telah ditindak lanjuti oleh seorang
pria di negeri ini. Anehnya, pria tadi bukan ahli filsafat maupun ahli sosial.
Ia adalah pakar marketing sekaligus praktisi bisnis kampiun. Kafi Kurnia,
demikian nama pria ini. Laki-laki berambut jabrik ini belum lama ini
melontarkan gagasan cerdas tentang strategi marketing. Sex Marketing, demikian nama gagasan Kafi Kurnia.
Seperti
pandangan Foucault, pendapat Kafi Kurnia tentang sex marketing juga
mempengaruhi individu dalam mengelola perusahaan serta rekayasa produk guna
menghadapi pesaingnya. Hanya pengertian seks menurut Kafi berbeda jauh dengan
pengertian menurut Foucault, seks kata Kafi bukan berarti jenis kelamin atau
hubungan badan. Sex adalah sensasional,entrepreneurship dan faktor X.
Dewasa
ini terjadi pembalikan yang lumayan serius terhadap perilaku konsumen. Konsumen
tidak lagi memperhatikan produk apa yang ditawarkan, namun lebih tertarik
terhadap bagaimana cara dan teknik produk itu ditawarkan. Konsumen tidak bakal
mempersoalkan jenis produk yang diperjualbelikan, namun terhadap bombardier
iklan dan promosi yang mempengaruhinya. “Buang jauh-jauh teori differensiasi
produk, Ganti dengan differensiasi konsumen!” kata Kafi dengan lantang dalam
sebuah seminar di Jakarta baru-baru ini. “Dan ingat, Konsumen kita sekarang
semakin tidak tahu, Sementara orang-orang marketing semakin pura-pura tak
tahu!”.
Lumayan
controversial juga pandangan Kafi ini. Namun itulah kecenderungan yang
sehari-hari semakin mendekati kebenarannya. Apa yang dilakukan riset dan apa
yang dilakukan oleh konsumen, semuanya bertolak belakang. Risel selalu
menekankan differensiasi produk. Produk bisa sesering mungkin dapat diubah,
entah itu pada kemasan, warna, komposisi, ataupun bentuk. Tetapi akan kecewalah
para penganut paham differensiasi produk, kecenderungan besar yang diperhatikan
konsumen adalah iklan di media massa.
Produk
yang sangat membosankan dapat dimanipulasi menjadi sensasional lewat iklan.
Yang sensasional sekarang adalah asap (iklan di media massa) dan buka api
(produk). Contohnya, sampo Sunsilk. Sampai detik ini sampo Sunsilk tetap
menjadi raja sampo, biarpun kemasan, bentuk atau warnanya sejak dulu sama.
Sampo Sunsilk meninggalkan jauh pendukungnya macam Organic, Clear, Dimension
yang satu pabrik dengannya, apalagi sampo dari perusahaan lain, mengapa ?
karena gencarnya iklan sampo Sunsilk. Di televise, radio, majalah, setiap hari kita
pasti menemui iklannya.
Itulah
yang oleh Kafi disebut sensasional. Sensasional dalam menawarkan produk ke
konsumen. Orang marketing harus lebih dekat dengan konsumen. “Lupakan saja
produk Anda, perhatikanlah siapa konsumen produk Anda,” saran Kafi Kurnia
sungguh-sungguh.
Namun
yang tetap tidak boleh dilupakan adalah produk yang membosankan akan berubah
menjadi produk sensasional bila ditangani oleh manusia berdarah dingin. Manusia
ini disebut entrepreneurship. Manusia yang mempunyai jiwa dan semangat entrepreneurship.
Untuk menjadi seorang entrepreneurship kampiun tidak harus belajar melalui
buku-buku tebal atau sekolah di universitas terkemuka, tetapi cukup dengan
ketekunan dan kejelian di dalam menangkap peluang.
Prayogo
Pangestu, bos Barito Pasific, SMP saja tidak lulus. Markus Alim, pemilik
Maspion Group, juga hanya jebolan SMP. Eka Tjipta Widjaja, Soedono Salim,
bahkan tak jelas pendidikannya. Tetapi mereka dapat meraih sukses. Mengapa?
Karena tekun dan jeli.
Ada
satu lagi yang harus diperhatikan dalam meraih sukses marketing. Kafi Kurnia
menyebut faktor X. Faktor X ini sulit untuk didefinisikan. Tapi Kafi
memberi gambaran yang disebut 3K, yaitu
keberanian, keberuntungan, dan kebetulan. Dengan penekanan pada faktor
keberanian, orang-orang marketing yang ingin sukses harus berani betindak,
keberanian yang disertai logika cenderung akan diikuti oleh keberuntungan dan
kebetulan.
Kini
pokok persoalan yang mengedepan adalah bagaimana mengkomunikasikan sex ? untuk
mengkomunikasikan sex harus mempunyai 2 ideologi utama. Pertama, sex adalah
tukang jual nomor wahid. Kedua, sex perlu ekstra humor, yang oleh karenanya ia
harus divisualisasikan melalui iklan.
Inilah
gagasan cerdas yang disebut sex marketing. Anda berani mencoba ?
Sumber
:
AM.
Lilik Agung. 1997. Strategi Bisnis :
Marketing dan Manajemen. Yogyakarta : Andi
1 Comments:
This comment has been removed by a blog administrator.
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home