GAYA MANAJEMEN PRAKTIS
Gaya Manajemen Nan Elegan dari Apple
iMac, iPod, iTunes, dan iPhone sungguh
merupakan deretan karya teknologi yang amat estetik. Deretan produk elegan
dengan sentuhan seni yang mengesankan. Deretan produk yang barangkali ingin menggapai
dengan sepenuh hati apa itu makna keindahan yang sempurna. Dan melalui deretan
produk inilah, Apple kemudian menyeruak menjadi pendekar paling tangguh dalam
era konvergensi digital masa depan.
Dalam lima tahun terakhir, Apple memang
terus bergerak menggapai langit prestasi. Setelah produk iPod-nya melambung dan
membuat para petinggi Sony kelabakan, kini Apple hendak menggoyang kedigdayaan
Nokia dengan produknya yang memukau, iPhone. Sementara jutaan orang setiap hari
mengunjungi kios musiknya via iTunes. Pendeknya, menyaksikan kisah Apple ibarat
menikmati jus apel yang segar dan menyehatkan. Lalu, apa sesungguhnya factor kunci
dibalik menjulangnya kerajaan Apple?
Penyelidikan terhadap proses bisnis yang
dilakoni oleh Apple membawa kita pada tiga elemen kunci yang mungkin bias menjelaskan
kejayaan perusahaan dari Cupertino, California ini. Elemen yang pertama dan
mungkin paling vital adalah eksistensi sang CEO dan juga pendiri, Steve Jobs.
Tak pelak, pria yang suka berpenamilan casual ini merupakan figur kunci dibalik
ketangguhan Apple. Melalui visinya yang tajam dan citarasa yang kuat akan
produkproduk teknologi berestetika, Steve telah menjelmakan dirinya sebagai jangkar
yang amat menentukan ke arah mana bahtera Apple hendak dilayarkan.
Pertautan Steve Jobs dengan Apple sendiri
merupakan sebuah kisah yang panjang nan berliku. Pria yang drop out saat kuliah
di semester pertama ini mendirikan perusahaan Apple ketika usianya baru masuk 22
tahun (!) dari sebuah garasi mobil di rumah kontrakan. Di tahuntahun awal
berdirinya pada pertengahan tahun 70-an, Apple sempat mengguncang dunia dengan
mengeluarkan produk personal computer pertama di dunia. Namun seiring
berjalannya waktu, nasib Steve Jobs sendiri justru berakhir tragis : pada tahun
1986 ia justru dipecat dari Apple. Sejak ia pergi, Apple limbung dan didera
kegagalan demi kegagalan.
Setelah sempat berpetualang dengan
mendirikan perusahaan Pixar (yang memproduksi film animasi sukses seperti Toy
Story, Finding Nemo dan Cars), Steve Jobs melakukan langkah comeback : kembali direkrut
untuk mengomandani Apple. Saat itu, tahun 1997, Apple tengah berada pada titik
nadir, dan banyak orang meramalkan perusahaan ini sebentar lagi akan masuk
liang kubur. Senjakala kematian mengintai dan mereka tak yakin Steve Jobs mampu
menjelmakan dirinya menjadi sang dewa penyelamat. Toh sejarah kemudian menjadi
saksi : betapa Steve Jobs telah melakukan proses comeback yang spektakuler.
Steve Jobs sendiri sejatinya merupakan figur yang unik. Brilian, memiliki
kepekaan seni yang mumpuni (ia pernah belajar kaligrafi), namun sekaligus
memiliki sense of strong leadership. Pada sisi lain, Steve adalah pribadi yang selalu
memburu titik kesempurnaan – baik pada aspek desain ataupun dalam proses
manufakturing beragam lini produknya. Begitu ia yakin dengan visi desain
produknya, maka ia akan bekerja mati-matian bersama para engineernya untuk
memastikan agar desain itu benarbenar dapat diproduksi dengan penuh
kesempurnaan.
Kisah penciptaan iPod dan iPhone
barangkali tak akan pernah terjadi tanpa sikap perfeksionis dan sekaligus
proses kepemimpinan yang kuat dari Steve Jobs.
Elemen kedua yang menjadi penentu keberhasilan Apple adalah ini : sinergi
yang sempurna antara beragam tim – baik tim desain, tim software, dan tim
hardware. Semua melakukan kolaborasi secara paralel dan simultan. Proses
penciptaan produk di Apple tidak dilakukan secara setahap demi setahap, dimana
setelah desain selesai lalu diserahkan ke bagian software, lalu diteruskan lagi
ke bagian hardware. Sebaliknya, dalam prosesnya semua aspek ini dikerjakan bersama-sama
secara simultan. “Essentially it means that products don’t pass from team to
team. It’s simultaneous and organic. Products get worked on in parallel by all
departments at once — design, hardware, software — in endless rounds of
interdisciplinary design reviews,”demikian tulis majalah Time dalam salah satu
liputannya yang memikat tentang Apple.
Elemen yang terakhir mungkin lebih
jarang diketahui orang. Elemen ini adalah hadirnya sang jenius lain bernama
Jonathan Ive yang menjabat sebagai Chief Design Apple. Jonathan Ive adalah
seorang desainer produk brilian yang telah memiliki peran amat sentral dalam sejarah
kelahiran produk-produk legendaris Apple. Ive-lah yang menjadi otak dibalik
lahirnya produk iMac, iPod dan iPhone. Dengan kata lain, sosok inilah yang
dengan jitu menerjemahkan visi Steve Jobs menjadi kenyataan melalui rangkaian
produk yang elegan dan penuh nuansa keindahan.
Demikianlah tiga elemen kunci yang
kira-kira bisa menjelaskan tentang melambungnya prestasi Apple. Jika kita
telisik, ketiga elemen ini semuanya bermuara pada people management :
elemen yang pertama tentang leadership yang kuat dan visioner, yang kedua tentang
kekuatan sinergi, dan yang ketiga tentang pengembangan kompetensi dan keahlian.
Rangkaian produk Apple selama ini memang
selalu menebarkan pesona yang menggetarkan. Namun dibalik itu semua, mereka
juga telah memberikan contoh yang sempurna tentang bagaimana menjalankan proses
people management secara elegan.
Labels: MANAJEMEN
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home