24 June 2012

PENDEKATAN FILSAFAT POLITIK



A.     Pendekatan Sebagian vs Sistematis (Piecemal vs Sistematic Approach)
Salah satu problematik yang muncul dalam studi filsafat politik adalah apakah filsafat politik harus dikembangkan melalui pendekatan sebagian atau pendekatan sistematis. Sejumlah buku filsafat politik kontemporer telah disusun dengan orientasi pada sejumlah konsep, seperti legitimasi, otoritas, otonomi, demokrasi, pemilikan, hak-hak asasi, kebebasan dan persamaan. Mengembangkan pembahasan atas konsep-konsep tersebut barangkali bermanfaat untuk membantu memahami hakikat kekuasaan negara, dan dapat memberikan inspirasi untuk membangkitkan pemikiran alternatif tentang bentuk ideal dari organisasi masyarakat manusia. Namun, benarkah analisis konseptual merupakan pendekatan yang paling sesuai dalam studi filsafat politik dan harus dikembangkan oleh para mahasiswa kita?
Berbeda dengan apa yang terjadi sekitar duapuluh lima tahun yang lalu, tekanan studi filsafat politik di negara-negara Barat telah mengalami pergeseran, yaitu dari sekadar memberikan analisis konseptual terhadap makna kekuasaan, kedaulatan negara atau hakikat hukum kepada gagasan yang lebih ideal tentang keadilan, kebebasan dan komunitas untuk memberikan evaluasi bagi kebijaksanaan dan institusi politik (Kymlicka 1990, 1). Lagipula, dalam kenyataannya, aktivitas para filsuf selama ini memang tidak hanya terbatas pada analisis konseptual, yaitu mengembangkan kejelasan makna atas berbagai konsep dasar, tetapi juga mencakup aktivitas spekulatif, aktivitas deskriptif atau fenomenologi  dan aktivitas normatif atau evaluasi. Alan Brown juga mengatakan bahwa analisis konseptual tidak dapat menuntaskan filsafat politik;  analisis konseptual hanya merupakan bentuk penerapan suatu pendekatan dari sekian banyak konsep kefilsafatan, sesuatu yang tidak mencukupi untuk dipergunakan dalam menyelesaikan tugas yang harus dijalankan oleh studi filsafat politik.
Karena itu, menurut Brown (1986: 15), analisis konseptual hanya merupakan salah satu bentuk pendekatan sebagian dalam studi filsafat politik. Menurut Brown, disamping analisis konseptual (project of conceptual analysis), pendekatan sebagian dalam studi filsafat politik juga dapat mengambil bentuk berupa pencarian konsep-konsep normatif (project of normative inquiry). Dalam pencarian konsep-konsep normatif, kajian tentang demokrasi, misalnya, dikembangkan dengan memeriksa apakah demokrasi dapat diterima sebagai sesuatu yang bernilai atau tidak bernilai.
Berbeda dengan pendekatan sebagian, pendekatan sistematis berusaha "mengembangkan proyek yang sistematis dan bersifat mencakup semua filsafat praktis tentang politik" (Brown, 1986, p. 15). Dengan ini, pertama, filsafat politik melangkah jauh dari sekadar "proyek analisis konseptual", yaitu memberikan perhatian terhadap masalah yang muncul dalam kehidupan politik dengan memberikan petunjuk tentang prinsip keadilan atau bentuk pemerintahan. Kedua, dengan pendekatan sistematis, filsafat politik juga dibedakan dari sekadar usaha terlibat dalam pencarian secara sebagian atas premis nilai yang bersifat normatif (piecemal normative inquire). Kajian tentang konsep demokrasi misalnya akan gagal jika dilihat hanya sebagai nilai (untuk ditolak atau disetujui) tanpa usaha mengkaitkannya dengan keseluruhan nilai yang mendasari sebuah masyarakat. Begitu juga, jika seseorang berpendapat, misalnya, bahwa kebebasan (freedom) atau persamaan (equality) merupakan nilai-nilai yang penting, harus dilihat penting dalam arti apa dan dibandingkan dengan apa. Secara demikian, pendekatan sistematis menyarankan bahwa filsafat politik perlu terlibat dalam totalitas citra politik, yaitu dengan terus menerus menemukan konsistensi pandangan politik satu sama lain, dan karena itu mengharuskan bentuk kajian yang bersifat perbandingan (interdisciplinary) atau memperhatikan antar hubungan dari berbagai pandangan politik. Dengan pendekatan sistematis, filsafat politik berarti melihat “kebenaran sebagai terletak pada keseluruhan”. Asumsinya adalah politik mengatur keseluruhan bidang kehidupan dan banyak hal yang merupakan perhatian utama individu ternyata juga harus mengalah dan diatur oleh kehidupan politik. Pendekatan sistematis, pendek kata akan mendorong filsafat politik terlibat untuk menangani baik aspek teoritis maupun aspek praktis dari pokok masalahnya.
Aspek teoritis dari pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan sebagai berikut (Brown 1986, p. ), 
  • logika atau analisa yang difokuskan pada makna atau fungsi konsep-konsep seperti "baik", "benar", dan "seharusnya". Jadi analisa diarahkan pada apa yang dimaksud jika suatu masyarakat dikatakan tertib dan baik, misalnya.
  • metode, yaitu bagaimana menentukan jenis-jenis pertimbangan yang dianggap relevan dan dengan cara apa dapat dilakukan evaluasi atas berbagai pilihan praktis yang saling bersaing; dengan ini kita harus dapat memberikan alasan bagi argumentasi yang kita dipergunakan dan bukti-bukti yang kita pilih.    
  • pertanyaan metafisik yaitu menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas pemikiran-pemikiran dan diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau jika tidak dengan membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual atau agama.

Sedangkan aspek praktis dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi) yaitu pengambilan keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan. Masalah yang diperhatikan adalah "tindakan-tindakan atau bentuk-bentuk organisasi apa yang baik dan tepat". Disini mengambil keputusan tentang bagaimana menjawab pertanyaan tidak sama dengan menjawab pertanyaan yang diajukan, karena hal ini akan menyangkut penerapan sebuah metode dan penggunaan sebuah teori dalam kehidupan praktis.
            Meskipun demikian, sejumlah pemikir lain seperti Virginia Held mengajukan gagasan yang berbeda, mengatakan bahwa “adanya beragam teori terpisah bagi beragam konteks terpisah layak kita terima“. Held dalam konteks ini memang tidak secara khusus membicarakan pendekatan filsafat politik, tetapi berbicara tentang pendekatan studi etika atau filsafat moral. Namun, pandangannya menarik dipertimbangkan mengingat, seperti yang sudah diuraikan, filsafat politik berhubungan erat dengan studi tentang etika atau filsafat moral. Salah satu argumentasi Held adalah bahwa usaha mencari sebuah teori moral ilmiah tunggal yang benar untuk menjelaskan segala sesuatu yang terjadi dalam bidang apa saja, merupakan suatu langkah keliru yang sangat serius yang telah dilakukan oleh para ahli teori moral di masa lalu. Dengan ini ia mengkritik pendekatan-pendekatan yang telah dilakukan antara lain oleh John Rawls (A Theory of Justice), Imannuel Kant (Imperative Catagories) dan juga penganut utilitarianisme (utility), yang dinilainya sebagai telah mengajukan teori moral yang bersifat ideal. Menurut Held, semua pandangan itu menyajikan teori tentang apa keadilan, hak moral dan kepentingan umum dalam sebuah masyarakat yang ideal, tetapi dalam kenyataannya masyarakat yang kita hadapi saat ini masih sangat tidak ideal, kita bahkan belum memiliki “komunitas manusia bebas“ seperti yang dimaksudkan oleh berbagai teori ideal. Sebaliknya, yang kita miliki hanya masyarakat aktual, yaitu masyarakat yang merupakan produk dari peperangan, imperialisme, eksploitasi, rasisme, patriarki,  dan pemaksaan kehendak oleh yang kuat kepada yang dikuasi. Maka, Held menganjurkan agar kita berpegang pada teori moral yang berhubungan dengan konteks spesifik, yaitu dengan situasi aktual kita. Berbeda dengan pendekatan sistematis, yang berusaha mengembangkan teori moralitas politik yang tunggal dan ideal, Held menyarankan dikembangkannya teori moralitas bagi beragam konteks. Pendekatan semacam ini disebut Held sebagai metode moralitas eksperimental.
Saya berpendapat, pendekatan sebagian dan pendekatan sistematis menyajikan teknik yang berbeda dan memberikan kemungkinan hasil yang berbeda dalam usaha kita mengembangkan filsafat politik, namun kita tidak dapat begitu saja mengabaikan pendekatan yang satu demi pendekatan yang lain. Pendekatan sebagian dapat mendorong munculnya penemuan yang lebih mendalam dan kritis mengenai konsep atau isu penting tertentu dalam filsafat politik dan akan membantu menjelaskan relevansinya dengan situasi aktual yang kita hadapi, sementara pendekatan sistematis memungkinkan lahirnya sintesis yang kreatif dari ide-ide besar dalam teori filsafat politik. Hal yang lain adalah baik pendekatan sebagian maupun pendekatan sistematis memerlukan kemampuan berspekulasi, berimaginasi, sekaligus berdialog dengan ide-ide besar dalam sejarah pemikiran manusia dan untuk pada akhirnya menghubungkannya dengan realitas kehidupan aktual.

B. Pendekatan Pemecahan Masalah vs  Pendekatan Kritis (Problem Solving vs Critical Approach)

            Pembedaan lain yang barangkali cukup penting dan dapat membantu dalam memahami berbagai pandangan dan strategi dalam pendekatan studi filsafat politik adalah pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach) dan pendekatan kritis (critical approach) seperti yang diajukan oleh Robert Cox, seorang ilmuwan terkemuka dalam studi hubungan internasional. Menurut Cox, pendekatan pemecahan masalah adalah,
“menerima dunia seperti apa adanya, dengan keseluruhan institusi dan hubungan kekuasaan dan sosial yang berlaku, tempat semuanya diorganisasi, sebagai kerangka kerja pasti untuk menentukan tindakan. Tujuan umum pemecahan masalah adalah untuk menjadikan berbagai institusi dan hubungan itu bekerja secara lancar, dengan menangani secara efektif sumber masalah tertentu“

Maka, pendekatan pemecahan masalah bukan saja menerima tetapi juga membantu memperkuat paradigma pandangan politik yang dominan. Dengan pendekatan ini, sistem ekonomi yang didasarkan pada paham kapitalisme atau sosialisme, misalnya, akan diterima sebagai sesuatu yang dalam dirinya sendiri tanpa cacat ; berbagai masalah yang timbul didalamnya hanya dilihat sebagai masalah teknis atau managerial semata sehingga memungkinkan sistem itu bekerja secara lebih efektif dan efisien. Begitu juga, sebuah sistem dari kepemerintahan internasional (international governance) yang berlandaskan pada kedaulatan negara, jika diterima sebagai “kenyataan“ juga akan memungkinkan munculnya anggapan bahwa tidak realistik untuk mengharapkan apalagi mengajukan perubahan ekstensif terhadap sistem itu.
Dalam kajian ideologi berkembang apa yang dinamakan konsepsi netral (neutral conception) tentang ideologi, yaitu ketika ideologi dikembangkan oleh berbagai penulis dalam pengertian yang murni deskriptif ; orang berbicara tentang sistem pemikiran, tentang sistem kepercayaan atau tentang praktek simbolis untuk mempertahankan proyek politik atau tindakan sosial. Di Indonesia, karya kebanyakan ahli ideologi Pancasila dalam masa Orde Baru mungkin memberikan contoh yang jelas mengenai bagaimana pendekatan semacam ini dikembangkan.
            Tentu saja pendekatan semacam itu tidak sesuai dengan cita rasa filsafat politik. Sifat dasar filsafat politik adalah kritis,  dan teori kritis, sebagaimana dijelaskan Robert Cox adalah,
berdiri terpisah dari tata dunia yang berlaku…(teori kritis) tidak menerima begitu saja berbagai institusi dan hubungan sosial dan kekuasaan, tetapi mempertanyakannya dengan memusatkan perhatian pada asal-usulnya, pada bagaimana, dan apakah tata dunia itu berada pada proses perubahan. Teori kritis diarahkan untuk menilai setiap kerangka kerja bagi tindakan atau masalah yang oleh teori pemecahan masalah diambil sebagai ukurannya.

Pendekatan kritis, menurut Cox, juga ”diarahkan pada kompleksitas sosial dan politik sebagai keseluruhan daripada pada bagian yang terpisah” (1986, p. 208). Teori yang berkembang dalam filsafat politik karena itu juga mencerminkan kecenderungan untuk menyajikan formula yang dapat dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial, politik dan ekonomi sebagai keseluruhan, dan bukan menangani bagian tertentu dari isu sosial, politik atau ekonomi. Teori-teori filsafat politik yang berkembang baik yang mewakili kubu utilitarianisme, persamaan liberal, libertarianisme, marxisme hingga feminisme pada awalnya merupakan teori yang radikal karena  menentang kerangka berpikir dan perilaku politik yang mapan, meskipun pada perkembangan selanjutnya teori-teori itu bisa menjadi ortodoxi dan dogma. Ketika mahasiswa menerima paradigma berpikir atau kumpulan teori tertentu dalam aliran filsafat politik dan kemudian mempertahankan aliran teori itu atau bekerja didalamnya untuk memberi pembenaran terhadap tata sosial politik tertentu, maka mahasiswa telah menjauh dari pendekatan kritis ini dan mulai memeluk pendekatan pemecahan masalah.


C. Keterikatan (Commitment) Vs Pengambilan Jarak (Detachment) dalam Filsafat Politik         
            Mahasiswa yang sedang mengerjakan filsafat politik sering terdorong untuk menunjukkan keterikatannya terhadap sebuah teori dan berusaha menerapkannya untuk menjawab atau menjelaskan berbagai masalah politik, ekonomi atau sosial yang menarik perhatiannya. Kecenderungan ini muncul karena pandangan bahwa dalam mengerjakan filsafat politik mahasiswa harus menunjukkan komitmen secara politik.  Dalam ilmu politik, termasuk filsafat politik, kecenderungan semacam ini sering dianggap negatif karena mengancam studi filsafat politik yang sungguh-sungguh (genuine), dan mahasiswa perlu disarankan untuk selalu mengambil jarak terhadap seluruh pandangan atau teori dalam filsafat politik. Ini berarti, mahasiswa harus dapat melepaskan diri dari hegemoni sebuah teori, dan mencoba  mencapai objektifitas politik sebagai tujuan dalam mengembangkan filsafat politik, jika bukan sebagai sesuatu yang memang hendak dicapai.
            Memang tidak selalu mudah memisahkan preferensi pribadi terhadap sebuah pandangan atau teori politik. Apalagi, apa yang dinamakan ”bebas nilai” dalam filsafat politik dan juga dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu kemanusiaan sering dianggap sebagai ilusi. Mengambil jarak, karena itu, bukan berarti mengesampingkan keyakinan pribadi atau nilai yang dianut, tetapi menyadari asumsi nilai sebuah teori atau aliran filsafat politik, yaitu dengan mengungkapkan secara terbuka asumsi nilai itu dalam mengembangkan argumen menurut sebuah teori atau aliran filsafat politik. Ini adalah ungkapan lain tentang perlunya bersikap kritis terhadap semua aliran teori, yaitu dengan memperlakukan nilai yang mendasari setiap teori itu sebagai sesuatu yang juga harus diteliti.
            Karena mempelajari filsafat politik berarti juga memahami dan memberikan penilaian terhadap berbagai pemikiran para filsuf politik, maka ini akan berhasil dilakukan jika orang memperhatikan konteks umum dari pemikiran filsuf politik itu dan memperhatikan masalah yang dicoba dipecahkanya. Dengan kata lain, adalah penting menghayati kondisi ketika para filsuf politik itu menuliskan karyanya dan menghayati tujuan mereka dalam menuliskan pemikirannya. Dalam situasi nyata, mahasiswa memang perlu mengungkapkan “apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh  John Stuart Mill“, misalnya, tetapi dalam melakukan hal ini, mahasiswa juga perlu mempertimbangan interpretasi yang berbeda dari sumber-sumber lain yang penting yang berhubungan dengan pandangan utama John Stuart Mill. 
            Pilihan antara keterikatan (commitment) dan pengambilan jarak (detachment) hanya menunjuk pada perilaku atau sikap ilmuwan dalam menangani pokok masalah filsafat politik dan bukan pada keyakinan filsofis yang dianut. Pendekatan dengan mengambil jarak barangkali dapat dilakukan baik oleh mereka yang menganut paham relativisme maupun paham absolutisme dalam ilmu pengetahuan. Orang tetap dapat menjadi absolutis atau relativis meskipun ia menunjukkan keterikatan tertentu atau ia mengambil jarak dengan sebuah teori atau aliran dalam rangka menjelaskan dan menangani masalah filsafat politik.
            Memang tidak dapat dikatakan bahwa pendekatan keterikatan selalu buruk dan tidak sesuai dengan cita rasa studi filsafat politik, sebab kadangkala terjadi justru ketika seorang mahasiswa menunjukkan komitmennya terhadap konflik politik tertentu dalam kehidupan politik maka ia berhasil mengungkapkan kedalaman sisi lain dari karakter fenomena politik, dimana jika dilakukan dengan mengambil jarak, hal semacam itu kecil kemungkinan akan diperoleh. Akan tetapi, komitmen secara politik dapat membahayakan studi filsafat politik jika ini kemudian meniadakan dorongan untuk mempertanyakan premis-premis nilai yang dianut oleh mahasiswa sendiri. Akibatnya karya-karya filsafat politik hanya menjadi alat propaganda dan polemik dan bukan sebagai sarana untuk menguji secara kritis setiap pandangan intelektual dengan suatu kerangka moral dan politik yang lebih luas.       

References

Beck, Robert N. ed., Perspective in Social Philosophy; Reading in Philosophic Sources of Social Thought (Holt, Rinehart and Winston, Inc. New York) 1967

Bull, Hedley, “International Relations as an Academic Pursuit”, in Australian Outlook, Vol. 26, 3 December 1972

Cahn, Steven M. Political Philosophy, The Essential Texts, Oxford University Press, New York, 2005

Cox, Robert W., ’’Social Forces, States and World Order : Beyond International Relations Theory “ in Robert O. Keohane (ed.),  NeoRealism and its Critics, New York, Columbia University Press, 1986

Brown, Alan, Modern Political Philosophy. Penguin Books, Middlesex, 1986

Ebenstein, William, Modern Political Thought: The Great Issues, Rinehart & Company, Inc. New York, 1959

Flew, Antony, A Dictionary of Philosophy, Pan Books, London, 1981

Goodin, Robert E. and Philip Pettit (eds.), A Companion to Contemporary Political Philosophy, Blackwell, Victoria, 2004

Goddin, Robert E. and Philip Pettit (eds.), Contemporary Political Philosophy: An Anthology, Blackwell Publisher Ltd, Oxford, 1997

Held, Virginia, Etika Moral: Pembenaran Tindakan Sosial, Penterjemah Drs. Y. Ardy Handoko, Erlangga, Jakarta, 1989

King, J. Charles and James A. McGilvray, Political and Social Philosophy: Traditional and Contemporary Readings, McGraw-Hill, New York, 1973

Kymlicka, Will, Contemporary Political Philosophy: An Introduction. Oxford University Press, Oxford, 1990

Matravers, Derek and Jon Pike, Debates in Contemporary Political Philosophy An Anthology, Routledge, London, 2003

McBride, William L., Social and Political Philosophy, Paragon House, New York, 1994

Murray, A.R.M., An Introduction to Political Philosophy, Cohen and West, London, 1953

Stewart, Robert M., Readings in Social and Political Philosophy, Oxford University Press, New York, 1996.

Thompson, John B., Studies in the Theory of Ideology, University of California Press, Berkeley, 1984

Wolf, Jonathan, An Introduction to Political Philosophy, Revised Edition, Oxford University Press, Oxford, 2006

Wolin, Sheldon S., Politics and Vision, Expanded Edition. New Jersey, Princeton University Press, 2004

Nozick, Robert, Anarchy, State and Utopia, Basic Books, New York, 1974


Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home