TEORI KEPEMIMPINAN KOMPETITIF
Dua teori yaitu Teori Orang-Orang Terkemuka dan Teori Situasional,
berusaha menerangkan kepemimpinan sebagai efek dari kekuatan tunggal.
Efek interaktif antara faktor individu dengan faktor situasi tampaknya
kurang mendapat perhatian. Untuk itu, penelitian tentang kepemimpinan
harus juga termasuk ; (1) sifat-sifat efektif, intelektual dan tindakan
individu, dan (2) kondisi khusus individu didalam pelaksanaannya.
Pendapat lain mengemukakan, untuk mengerti kepemimpinan perhatian harus
diarahkan kepada (1) sifat dan motif pemimpin sebagai manusia biasa, (2)
membayangkan bahwa terdapat sekelompok orang yang dia pimpin dan
motifnya mengikuti dia, (3) penampilan peran harus dimainkan sebagai
pemimpin, dan (4) kaitan kelembagaan melibatkan dia dan pengikutnya
(Hocking & Boggardus, 1994).
Beberapa pendapat tersebut, apabila diperhatikan dapat dikategorikan sebagai teori kepemimpinan dengan sudut pandang “Personal-Situasional”.
Hal ini disebabkan, pandangannya tidak hanya pada masalah situasi yang
ada, tetapi juga dilihat interaksi antar individu maupun antar pimpinan
dengan kelompoknya. Teori kepemimpinan yang dikembangkan mengikuti tiga
teori diatas, adalah Teori Interaksi Harapan. Teori ini
mengembangkan tentang peran kepemimpinan dengan menggunakan tiga
variabel dasar yaitu; tindakan, interaksi, dan sentimen. Asumsinya,
bahwa peningkatan frekuensi interaksi dan partisipasi sangat berkaitan
dengan peningkatan sentimen atau perasaan senang dan kejelasan dari
norma kelompok. Semakin tinggi kedudukan individu dalam kelompok, maka
aktivitasnya semakin sesuai dengan norma kelompok, interaksinya semakin
meluas, dan banyak anggota kelompok yang berhasil diajak berinteraksi.
Pada tahun 1957 Stogdill mengembangkan Teori Harapan-Reinforcement
untuk mencapai peran. Dikemukakan, interaksi antar anggota dalam
pelaksanaan tugas akan lebih menguatkan harapan untuk tetap
berinteraksi. Jadi, peran individu ditentukan oleh harapan bersama yang
dikaitkan dengan penampilan dan interaksi yang dilakukan. Kemudian
dikemukakan, inti kepemimpinan dapat dilihat dari usaha anggota untuk
merubah motivasi anggota lain agar perilakunya ikut berubah. Motivasi
dirubah dengan melalui perubahan harapan tentang hadiah dan hukuman.
Perubahan tingkahlaku anggota kelompok yang terjadi, dimaksudkan untuk
mendapatkan hadiah atas kinerjanya. Dengan demikian, nilai seorang
pemimpin atau manajer tergantung dari kemampuannya menciptakan harapan
akan pujian atau hadiah.
Atas dasar teori diatas, House pada tahun 1970 mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Motivasional.
Fungsi motivasi menurut teori ini untuk meningkatkan asosiasi antara
cara-cara tertentu yang bernilai positif dalam mencapai tujuan dengan
tingkahlaku yang diharapkan dan meningkatkan penghargaan bawahan akan
pekerjaan yang mengarah pada tujuan. Pada tahun yang sama Fiedler mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Efektif.
Dikemukakan, efektivitas pola tingkahlaku pemimpin tergantung dari
hasil yang ditentukan oleh situasi tertentu. Pemimpin yang memiliki
orientasi kerja cenderung lebih efektif dalam berbagai situasi. Semakin
sosiabel interaksi kesesuaian pemimpin, tingkat efektivitas
kepemim-pinan makin tinggi.
Teori kepemimpinan berikutnya adalah Teori Humanistik dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum berpendapat, secara alamiah manusia merupakan “motivated organism”.
Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari
kepemimpinan adalah memodifikasi organisasi agar individu bebas untuk
merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi kebutuhannya dan
pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok. Apabila
dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga variabel
pokok, yaitu; (1), kepemimpinan yang sesuai dan memperhatikan hati
nurani anggota dengan segenap harapan, kebutuhan, dan kemampuan-nya,
(2), organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan dengan
kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara keseluruhan,
dan (3), interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan
anggota untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup damai
bersama-sama. Blanchard, Zigarmi, dan Drea bahkan
menyatakan, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan terhadap
orang lain, melainkan sesuatu yang Anda lakukan bersama dengan orang
lain (Blanchard & Zigarmi, 2001).
Teori kepemimpinan lain, yang perlu dikemukakan adalah Teori Perilaku Kepemimpinan.
Teori ini menekankan pada apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin.
Dikemukakan, terdapat perilaku yang membedakan pemimpin dari yang bukan
pemimpin. Jika suatu penelitian berhasil menemukan perilaku khas yang
menunjukkan keberhasilan seorang pemimpin, maka implikasinya ialah
seseorang pada dasarnya dapat dididik dan dilatih untuk menjadi seorang
pemimpin yang efektif. Teori ini sekaligus menjawab pendapat, pemimpin
itu ada bukan hanya dilahirkan untuk menjadi pemimpin tetapi juga dapat
muncul sebagai hasil dari suatu proses belajar.
Selain teori-teori kepemimpinan yang
telah dikemukakan, dalam perkembangan yang akhir-akhir ini mendapat
perhatian para pakar maupun praktisi adalah dua pola dasar interaksi
antara pemimpin dan pengikut yaitu pola kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kedua pola kepemimpinan tersebut, adalah berdasarkan pendapat seorang ilmuwan di bidang politik yang bernama James McGregor Burns (1978) dalam bukunya yang berjudul “Leadership”. Selanjutnya Bass (1985)
meneliti dan mengkaji lebih dalam mengenai kedua pola kepemimpinan dan
kemudian mengumumkan secara resmi sebagai teori, lengkap dengan model
dan pengukurannya.
http://aparaturnegara.bappenas.go.id/data/Kajian/Kajian-2003/Dimensi%
Labels: TUGAS KULIAH
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home