Istilah filsafat berasal
dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia. Dua kata
ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih luas
atau umum yaitu keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti hikmah,
kebijaksanaan, dan kebenaran. Jadi, secara etimologis, filsafat dapat diartikan
sebagai cinta akan kebijaksanaan.
Filsafat sebagai bentuk
proses berpikir yang sistematis dan radikal mempunyai objek material dan objek
formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Dan segala yang ada
mencakup ada yang tampak (visible). Ada yang tampak (visible) di sini adalah
dunia empiris artinya yang dapat dialami manusia, sedangkan ada yang tidak
tampak adalah dunia ide-ide yang disebut dunia metafisik.
Dalam perkembangan
selanjutnya, objek material filsafat dibagi atas tiga bagian yaitu yang ada
dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Dan
ada pun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal,
dan objektif tentang yang ada, agar dapat mencapai hakikatnya, intinya.
Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dalam negara seperti
Indonesia, kekuasaan negara dibagi atas 3 (tiga) bagian. Pertama, Lembaga
Eksekutif oleh Presiden. Kedua, Lembaga Legislatif oleh DPR. Ketiga, Lembaga
Yudikatif oleh Mahkamah Agung. Ketiga-tiganya bersifat independen. Artinya
tidak saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Politik juga sering
dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang
menyelenggarakannya bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja
partisipasi rakyat sangat diharapkan. Tujuannya agar kerja pemerintahan dapat
terlaksana dengan baik. Percuma suatu pemerintahan menyelenggarakan negara
tanpa dukungan dari rakyat. Karena itu, kerja sama antara keduanya sangat
diharapkan. Rakyat menyampaikan aspirasi kepada pemerintahan melalui wakil-wakilnya
di Parlemen yang diwakili oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) baik pusat maupun
Daerah serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah.
suatu upaya untuk
membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik secara sistematis, logis, bebas,
mendalam, serta menyeluruh. Filsafat Politik berarti pemikiran-pemikiran yang
berkaitan tentang politik. Bidang politik merupakan tempat menerapkan ide
filsafat. Ada berbagai macam ide-ide filsafat yang ikut mendorong perkembangan
politik modern yaitu liberalisme, komunisme, pancasila, dan lain-lain.
Plato, filsafat politik
adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan manusia
dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia
dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk
mewujudkan konsep pemikiran. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan
hakiki. Oleh karena itu, apabila manusia baik negara pun baik dan apabila manusia
buruk negara pun buruk. Apabila negara buruk berarti manusianya juga buruk,
artinya negara adalah cerminan mansuia yang menjadi warganya.
Machiavelli, filsafat
politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis serta
konkrit terutama berhubungan dengan negara. Baginya, negara harus menduduki
tempat yang utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria
tertinggi bagi akivitas sang penguasa. Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa
harus mengacu pada realitas apa pun di luar negara.
Filsafat politik telah lahir semenjak
manusia mulai menyadari bahwa tata social kehidupan bersama bukanlah sesuatu
yang terberi secara alamiah, melainkan sesuatu yang sangat mungkin terbuka
untuk perubahan. Oleh karena itu, tata social ekonomi politik merupakan produk budaya
dan memerlukan justifikasi filosofis untuk memeprtahankannya.
Lahirnya suatu refleksi filsafat politik
sangat dipengaruhi oleh konteks epistemologis dan matafisika zamannya,
sekaligus mempengaruhi zamannya. Jadi, filsafat itu dipengaruhi sekaligus
mempengaruhi zamannya. Inilah lingkaran dialektis yang terus menerus
berlangsung di dalam sejarah.
Perkembangan di dalam epistemology dan
metafisika mempengaruhi asumsi-asumsi yang digunakan oleh para filsuf politik
untuk merumuskan pemikirannya. Pada abad pertengahan, banyak filsuf politik
mengawinkan refleksi teologi dengan filsafat yunani kuno untuk merumuskan
refleksi filsafat politik mereka.
Filsafat politik juga seringkali muncul
sebagai tanggapan terhadap situasi krisis zamannya. Pada era pertengahan, tema
relasi antara Negara dan agama menjadi tema utama filsafat politik. Pada era
modern, tema pertentangan antara kekuasaan absolut dan kekuasaan raja yang
dibatasi oleh konstitusi menjadi tema utama refleksi filsafat politik. Pada
abad ke-19, pertanyaan tentang bagaimana masyarakat industry harus menata
ekonominya, yakni apakah melulu dengan mengacu pada liberalism pasar atau
menciptakan Negara kesejahteraan, menjadi tema filsafat politik.
Suatu rumusan filsafat politik memiliki
aspek-aspek antropologis yang mendasarinya, aspek antropologis ini menyangkut
pemahaman tentang hakikat dari manusia atau karakter dasar dari manusia.
1. Filsafat
politik dapat dijadikan alat untuk mengajukan mendefinisikan ulang
konsep-konsep dan praktek politik yang telah lama dilakukan di Indonesia,
seperti konsep Negara, konsep kekuasaan, konsep otoritas, peran hokum, aspek
keadilan di dalam hokum. Dalam bidang hukum misalnya, banyak pelaku korupsi di
berbagai bidang lolos begitu saja dari jeratan hukum, karena tidak ada
undang-undang yang pas untuk menjeratnya. Filsafat hukum mengajukan proposisi,
bahwa hukum tidak hanya mengacu pada
rumusan baku saja, tetapi pada rasa keadilan yang sudah ada di dalam
masyarakat. Rumusan hukum harus mengacu pada rasa keadilan. Tanpa keadilan,
hukum adalah penindasan. Hukum merupakan terjemahan teknis dari keadilan. Proses
mendefinisikan ulang sesuatu membutuhkan kerangka normative dan filsafat yang
menyediakan itu. Suatu penilaian haruslah berbasis pada criteria penilaian
tertentu dan didalam bidang politik, filsafat politik menyediakan itu.
2. Filsafat
politik mampu menjadi alat untuk melakukan kritik ideology. Sebuah bangsa mau
tidak mau, hidup dalam suatu ideology tertentu. Ideology mencerminkan pandangan
dasar yang dianut secara naïf oleh suatu bangsa dan tidak lagi dipertanyakan.
Filsafat politik sebagai aktivitas berpikir secara terbuka, rasional,
sistematis dan kritis tentang kehidupan bersama, mampu menjadi alat yang kuat
untuk membongkar kesesatan-kesesatan berpikir yang ada di dalam ideology
tersebut.
contoh kritik ideology islamisme :
islamisme adalah suatu
ideology yang menyatakan dengan tegas bahwa semua kehidupan public dan privat
warga Negara haruslah diatur berdasarkan asas-asas islam yang dominan. Filsafat
politik bisa mempertanyakan, konsep manusia macam apakah yang dianut oleh
islamisme, apakah konsep itu sesuai dengan kondisi yang ada, apakah hanya ada
satu islam di Indonesia ini.
Filsafat politik dapat
dipandang sebagai pencair dari kebekuan berpikir yang sangat mudah ditemukan di
dalam ideology-ideologi.
3. Filsafat
politik mengajukan suatu model tata social politik yang mungkin. Tata soaial
politik itu berbasis pada prinsip-prinsip keadilan, kebebasan dan solidaritas.
1. filsafat politik dan
ilmu politik merupakan dua hal yang berbeda namun sama-sama membahas politik.
2. Pada ilmu politik, untuk
memahami realitas yang ada dilakukan pendekatan deskriptif. Sedangkan pada
filsafat politik, sebuah realitas dikaitkan dengan disiplin normatif. Disiplin
normatif maksudnya adalah disiplin yang merumuskan sesuatu secara ideal.
3. Dalam
membahas papua, :
a. Filsafat politik
mempertanyakan apakah negara Indonesia mutlak diperlukan untuk terbentuknya
tata hidup bersama di Papua, ilmu politik mempertanyakan dampak pemerintahan
negara Indonesia bagi tata hidup bersama di Papua.
b. filsafat politik
berupaya memberikan pernyataan nilai (value statement), ilmu
politik terhadap dampak pemerintahan negara Indonesia bagi tata hidup bersama
di Papua memberikan pernyataan faktual atau factual statement. (Herry-Priyono
2010, 6-7).
POKOK
MASALAH FILSAFAT POLITIK (SUBJEK MATTER)
Aspek
teoritis dari pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan sebagai
berikut (Brown 1986, p. ),
- logika atau analisa yang
difokuskan pada makna atau fungsi konsep-konsep seperti "baik",
"benar", dan "seharusnya". Jadi analisa diarahkan pada
apa yang dimaksud jika suatu masyarakat dikatakan tertib dan baik,
misalnya.
- metode, yaitu bagaimana
menentukan jenis-jenis pertimbangan yang dianggap relevan dan dengan cara
apa dapat dilakukan evaluasi atas berbagai pilihan praktis yang saling
bersaing; dengan ini kita harus dapat memberikan alasan bagi argumentasi
yang kita dipergunakan dan bukti-bukti yang kita pilih.
- pertanyaan metafisik yaitu
menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas pemikiran-pemikiran dan
diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau jika tidak dengan
membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual atau agama.
Sedangkan aspek praktis
dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi) yaitu
pengambilan keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan
KARAKTERISTIK
FILSAFAT POLITIK
Filsafat politik memiliki
karakteristik. Salah satu yang utama adalah studi filsafat politik pada
dasarnya merupakan cabang dari filsafat praktis (practical philosophy),
yaitu cabang filsafat yang, terkait erat dengan etika atau filsafat moral.
a.
Filsafat politik
berbeda dengan etika: etika berhubungan dengan dimensi moral pribadi, misalnya
bagaimana seseorang seharusnya hidup, nilai atau gagasan ideal apa yang
seharusnya dipegang dan aturan hidup macam apa yang hendaknya diperhatikan.
Karena itu, sebagai cabang filsafat praktis, filsafat politik berhubungan
dengan sisi atau aspek sosial dari etika atau lebih tepat berhubungan dengan
pertanyaan tentang bagaimana pengaturan dan pengorganisasian kehidupan
masyarakat yang seharusnya (Brown, 1986, p. 11).
b.
pengetahuan normatif, yaitu bahwa filsafat
politik mencoba membentuk norma (aturan atau standar ideal), yang dapat
dibedakan dari pengetahuan deskriptif,
yaitu mencoba menguraikan bagaimana sesuatu secara apa adanya (Wolf, 2006: 2).
Studi normatif mencari tahu bagaimana sesuatu seharusnya: apa yang benar, adil
dan secara moral tepat, sementara studi politik deskriptif dilakukan oleh
ilmuwan politik, sosiolog, dan ahli sejarah
METODE
DAN PENDEKATAN FILSAFAT POLITIK
dari segi metode,
menjawab pertanyaan normative
1.
Pendekatan Sebagian vs Sistematis (Piecemal vs Sistematic Approach)
a.
Pendekatan sebagian
·
pendekatan sebagian dalam studi filsafat politik mengambil bentuk
berupa pencarian konsep-konsep normatif (project of normative inquiry).
Dalam pencarian konsep-konsep normatif, kajian tentang demokrasi, misalnya,
dikembangkan dengan memeriksa apakah demokrasi dapat diterima sebagai sesuatu
yang bernilai atau tidak bernilai (Analisis Konseptual).
·
Pendekatan sebagian dapat mendorong munculnya penemuan yang lebih
mendalam dan kritis mengenai konsep atau isu penting tertentu dalam filsafat
politik dan akan membantu menjelaskan relevansinya dengan situasi aktual yang
kita hadapi.
b.
Pendekatan sistematis
·
berusaha "mengembangkan proyek yang sistematis dan bersifat
mencakup semua filsafat praktis tentang politik" (Brown, 1986, p. 15).
Dengan ini, pertama, filsafat politik melangkah jauh dari sekadar "proyek
analisis konseptual", yaitu memberikan perhatian terhadap masalah yang
muncul dalam kehidupan politik dengan memberikan petunjuk tentang prinsip
keadilan atau bentuk pemerintahan. Kedua, dengan pendekatan sistematis,
filsafat politik juga dibedakan dari sekadar usaha terlibat dalam pencarian
secara sebagian atas premis nilai yang bersifat normatif (piecemal normative
inquire). Kajian tentang konsep demokrasi misalnya akan gagal jika dilihat
hanya sebagai nilai (untuk ditolak atau disetujui) tanpa usaha mengkaitkannya
dengan keseluruhan nilai yang mendasari sebuah masyarakat.
·
pendekatan sistematis menyarankan bahwa filsafat politik perlu
terlibat dalam totalitas citra politik, yaitu dengan terus menerus menemukan
konsistensi pandangan politik satu sama lain, dan karena itu mengharuskan
bentuk kajian yang bersifat perbandingan (interdisciplinary) atau
memperhatikan antar hubungan dari berbagai pandangan politik.
2.
Pendekatan pemecahan masalah vs pendekatan kritis
a. Pendekatan pemecahan
masalah
Dengan pendekatan ini, sistem ekonomi yang
didasarkan pada paham kapitalisme atau sosialisme, misalnya, akan diterima
sebagai sesuatu yang dalam dirinya sendiri tanpa cacat ; berbagai masalah
yang timbul didalamnya hanya dilihat sebagai masalah teknis atau managerial
semata sehingga memungkinkan sistem itu bekerja secara lebih efektif dan
efisien. Begitu juga, sebuah sistem dari kepemerintahan internasional (international
governance) yang berlandaskan pada kedaulatan negara, jika diterima sebagai
“kenyataan“ juga akan memungkinkan munculnya anggapan bahwa tidak realistik untuk
mengharapkan apalagi mengajukan perubahan ekstensif terhadap sistem itu.
b. Pendekatan kritis
Pendekatan kritis, menurut Cox, juga ”diarahkan
pada kompleksitas sosial dan politik sebagai keseluruhan daripada pada bagian
yang terpisah” (1986, p. 208). Artinya menyajikan formula yang dapat
dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial, politik dan ekonomi sebagai
keseluruhan, dan bukan menangani bagian tertentu dari isu sosial, politik atau
ekonomi.
J.H. Rapar, Filsafat Politik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2001),