16 May 2012

Manajer efektif

  1. Mengatakan kepada orang-orang jauh di muka bahwa anda akan memberi tahu mereka bagaimana cara mereka bekerja 
  2. Memuji orang dengan segera
  3. Mengatakan kepada orang-orang betapa enak perasaan anda tentang apa yang mereka lakukan dengan benar, dan bagaimana hal itu membantu oraganisasi dan orang-orang lain yang bekerja disana
  4. Mengatakan kepada orang-orang apa yang mereka lakukan dengan benar-benar spesifik
  5. berhenti sebentar untuk memberi mereka waktu merasakan betapa enak perasaan anda
  1. Mengatakan sebelumnya kepada orang-orang bahwa anda akan memberi tahu mereka cara mereka melakukan sesuatu dan dengan kata-kata yang tegas.
  2. Menegur dengan segera
  3. Mengatakan kepada orang-orang bagaimana perasaaan anda mengenai apa yang mereka lakukan dengan salah dan katakan dengan tegas
  4. Berhenti beberapa detik dalam keheningan yang tidak menyenangkan untuk membiarkan mereka merasakan perasaan anda
  5. Barjabat tangan, atau menyentuh mereka sedemikian rupa sehingga mereka tahu anda secara jujur ada di pihak mereka
  6. Mengingatkan mereka betapa anda menghargai mereka
  7. Menegaskan kembali bahwa dalam pandangan anda mereka baik, namun demikian dengan pekerjaan mereka dalam situasi ini
  8. menyadari bahwa bila teguran selesai, itu benar sudah selesai
  1. Menetapkan Sasaran-sasaran satu menit
  2. Memberikan pujian-pujian satu menit
  3. Memberikan teguran-teguran satu menit
  4. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan singkat dan penting
  5. Mengatakan kebenaran yang sederhana
  6. Tertawa, bekerja dan menikmati
 
Robert L. Katz  mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut adalah:
  1. Keterampilan konseptual (conceptional skill)
Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.
  1. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill)
Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.
  1. Keterampilan teknis (technical skill)
Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.

Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
  1. Keterampilan manajemen waktu
Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan.
  1. Keterampilan membuat keputusan
Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.



Labels:

15 May 2012

makalah perencanaan wilayah


LAPORAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perencanaan Wilayah

Disusun oleh :
Nama               : Aang Abdu Muamar R
NIM                : 1209801001
Jurusan            : Adm. Negara/VI/A


Description: D:\wallpaper\images (13).jpg






FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2012














Rencana Tata Ruang Wilayah atau yang lebih kita kenal dengan istilah RTRW adalah sebuah Rencana peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa agar pemanfaatannya optimal, lestari, seimbang dan serasi bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Permen PU Nomor 16 /PRT/M/2009, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat 2009 – 2029 telah mempengaruhi perkembangan paradigma dalam penataan ruang kabupaten.
Di sisi lain adanya dinamika perubahan baik internal maupun eksternal telah mendorong untuk segera menyesuaikan rencana tata ruang wilayah dalam rangka mengantisipasi perkembangan kegiatan pembangunan, khususnya di Kabupaten Majalengka. Dinamika perkembangan tersebut di antaranya rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) dan rencana pembangunan aerocity di Kecamatan Kertajati, kawasan Gunung Ciremai menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), rencana pembangunan tol Cisumdawu, rencana pembangunan jalur KA Rancaekek – Tanjungsari – Cirebon, pengembangan lokasi agribisnis, pengembangan pariwisata, dan lain-lain.
Dalam rangka melaksanakan pembangunan daerah, perlu diupayakan adanya keterpaduan pembangunan sektoral dan wilayah/daerah. Wujud operasionalnya secara terpadu diselenggarakan melalui pendekatan wilayah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang komprehensif dan bersinergi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Provinsi. Keberadaan atau letak kewilayahan Kabupaten Majalengka sangat strategis pada perkembangan pembangunan infrasturktur saat ini. Dari sisi konservasi lingkungan, isu global warming memberikan pengaruh yang besar terhadap kebijakan penataan ruang dan pengembangan di Kabupaten Majalengka.
Dengan adanya isu tersebut, tentu kebijakan penataan ruang yang dihasilkan harus sejalan dengan konservasi dan preservasi lingkungan secara global, serta upaya-upaya mitigasi bencana. Atau dengan kata lain, kegiatan pembangunan harus tetap dalam koridor dayadukung lingkungan, dan oleh karenanya keseimbangan alokasi ruang antara kawasan budidaya dan kawasan lindung merupakan prasyarat yang tetap dibutuhkan





2.1. Sejarah Majalengka
Dalam cerita yang berkembang di masyarakat Kota Majalengka, dikisahkan bahwa penamaan Majalengka berasal dari nama sebuah pohon yakni pohon maja. Saat itu Kota Majalengka belum bernama Majalengka. Kota Majalengka berupa sebuah kerajaan Hindu yang dipimpin oleh seorang ratu yang sangat fanatik bernama Nyi Rambutkasih, ada pula yang menyebutnya Nyi Ambet Kasih
Dahulu, wilayah Majalengka bernama Sindangkasih. Saat ini kata Sindangkasih digunakan sebagai nama sebuah desa di Kota Majalengka. Nyi Rambutkasih adalah sosok seorang ratu yang cantik, sakti, dan bijaksana. Nyi Rambutkasih mampu membuat Sindangkasih menjadi daerah yang aman, tenteram, makmur dan sentosa.
Sindangkasih merupakan daerah yang subur. Berbagai tanaman melimpah ruah di daerah ini. Daerah ini dipenuhi hutan yang membentang ke arah utara dan selatan. Dalam hutan itu pohon berbatang lurus dan tinggi dengan bentuk daun kecil-kecil, mendominasi di hutan itu. Pohon itu dinamakan pohon maja. Pohon yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan sakit demam.
Suatu hari, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah yang telah memerintah Cirebon, menitahkan kepada anaknya yang bernama Pangeran Muhammad untuk mendapatkan pohon maja. Ia memberi tugas kepada anaknya karena saat itu warganya sedang terserang penyakit demam.
Disebabkan pohon maja memiliki khasiat menyembuhkan demam, maka Pangeran Muhammad pergi bersama istrinya yang bernama Siti Armilah untuk ke daerah Sindangkasih. Mereka tidak hanya diberi tugas mencari pohon maja, melainkan memiliki tugas untuk menyebarkan agama Islam di Sindangkasih, sebuah kerajaan Hindu yang dipimpin seorang ratu yang fanatik.
Nyi Rambutkasih sebagai seorang ratu yang sakti, mengetahui maksud kedatangan Pangeran Muhammad. Ia kemudian mengubah rupa hutan di Sindangkasih menjadi hutan pohon jati, bukan hutan pohon maja.
Melihat pohon maja yang dicarinya sudah tidak ada, Pangeran Muhammad pun berkata “Maja Langka” yang berarti pohon maja tidak ada. Dari situlah ihwal penamaan Kota Majalengka sekarang ini.
Pangeran Muhammad yang kecewa kemudian memutuskan tidak akan kembali ke Cirebon. Ia bertapa di kaki gunung hingga meninggal. Gunung itu kini bernama Margatapa. Sementara istrinya mendapat amanat dari Pangeran Muhammad sebelum meninggal untuk tetap mencari pohon maja dan menaklukan Nyi Rambutkasih yang fanatik agar bersedia memeluk agama Islam.
Nyi Rambutkasih menolak dengan keras ajakan Nyi Siti Armilah, hingga ia berucap:”Aku seorang Ratu pelindung rakyat yang berkelakuan jujur dan baik, sebaliknya aku adalah Ratu yang tak pernah ragu-ragu untuk menghukum rakyatnya yang bertindak curang dan buruk. Dan karena itu aku tak akan mati dan tidak mau mati.
Kemudian Nyi Siti Armilah menimpali dengan perkataan,”Jika demikian halnya, makhluk apakah gerangan namanya yang tidak akan mati dan tidak mau mati?”
Seiring dengan perkataan Nyi Siti Armilah itu. Nyi Rambutkasih pun lenyap (dalam Bahasa Sunda ngahiang) tanpa meninggalkan bekas kuburnya. Meskipun demikian, beberapa petilasan Nyi Rambutkasih masih dianggap angker, diantaranya Sumur Sindangkasih, Sumur Sundajaya, Sumur Ciasih, dan batu-batu bekas bertapa Nyi Rambutkasih.
Setelah peristiwa itu, Nyi Siti Armilah menetap di Kerajaan Sindangkasih dan menyebarkan agama Islam. Ia dimakamkan di samping kali Citangkurak. Di kali Citangkurak tumbuh pohon Badori. Sebelum meninggal, Nyi Siti Armilah beramanat bahwa di dekat kuburannya kelak akan menjadi tempat tinggal penguasa yang mengatur pemerintahan di daerah maja yang langka.
Letak makam Nyi Siti Armilah terletak di belakang gedung Kabupaten Majalengka. Masyarakat Kota Majalengka menamakannya Embah Gedeng Badori dan kerap dikunjungi untuk ziarah.
 Masyarakat Kota Majalengka sebagian besar masih mempercayai adanya roh Nyi Rambutkasih yang menjaga atau menguasai Kota Majalengka. Selama rakyat kota Majalengka masih berkelakuan jujur dan baik, maka kehidupan di Kota Majalengka akan tetap tenteram, aman, subur, makmur, dan sentosa.
2.2. Kondisi Geografis
Kabupaten Majalengka adalah merupakan bagian dari wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 120.424 hektar yang terdiri atas 26 kecamatan, 13 kelurahan dan 321 desa dan secara geografis terletak pada koordinat 60 32’16,39” Lintang Selatan sampai dengan   70 4’ 24,75”  Lintang Selatan dan  1080 2’ 30,87” Bujur Timur sampai dengan 1080 24’ 32,84” Bujur Timur.
Jarak dari Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten berkisar antara 0 - 37 Kilometer, dan jarak dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Provinsi Jawa Barat adalah ± 91 Kilometer serta jarak dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Negara adalah ± 200 Kilometer. Batas wilayah administrasi, Kabupaten Majalengka sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sebelah Selatan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya, sebelah Barat  dengan Kabupaten Sumedang, dan Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon.
Berdasarkan klasifikasi Kemiringan lahan, Kabupaten Majalengka diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kelas yaitu landai/dataran rendah (0 – 15 persen), berbukit bergelombang (15 – 40 persen) dan perbukitan terjal (>40 persen). Sebesar 13,21 persen dari luas wilayah Kabupaten Majalengka berada pada kemiringan lahan di atas 40 persen, 18,53 persen berada dalam kelas kemiringan lahan 15 - 40 persen, dan 68,26 persen berada pada kelas kemiringan lahan 0 - 15 persen.
Sedangkan berdasarkan ketinggian, wilayah Kabupaten Majalengka diklasifikasikan dalam 3 (tiga) klasifikasi utama yaitu dataran rendah (0 - 100 mdpl), dataran sedang (100 - 500 mdpl) dan dataran tinggi (> 500 mdpl). Dataran rendah sebesar 42,21 persen dari luas wilayah, berada di Wilayah Utara Kabupaten Majalengka, dataran sedang sebesar 20,82 persen dari luas wilayah, umumnya berada di Wilayah Tengah, dan dataran tinggi sebesar 36,97 persen dari luas wilayah, mendominasi Wilayah Selatan Kabupaten Majalengka, termasuk di dalamnya wilayah yang berada pada ketinggian di atas 2.000 mdpl yaitu terletak di sekitar kawasan kaki Gunung Ciremai.




BAB III
Perencanaan di Kab. Majalengka

3.1. Dasar Hukum
1.      Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua;
2.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950);
3.      Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4.      Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
5.      Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
6.      Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4169);
7.      Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
8.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
9.      Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4441);
10.  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4700);
11.  Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
12.  Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4735);
13.  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Persampahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
14.  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956) ;
15.  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  5025
16.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
17.  Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5968);
18.  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
19.  Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
20.  Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3174);
21.  Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
22.  Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
23.  Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
24.  Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);
25.  Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
26.  Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);
27.  Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
28.  Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);
29.  Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4861);
30.  Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004);
31.  Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
32.  Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
33.  Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;
34.  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
35.  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
36.  Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 22 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 86); dan
37.  Peraturan Daerah Kabupaten Majalengka Nomor 12 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Majalengka Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Majalengka Tahun 2008 Nomor 12).
3.2. Mekanisme Perencanaan wilayah di Kabupaten Majalengka
1.      Arahan pemanfaatan ruang wilayah terdiri atas:
a.       perwujudan struktur ruang;
b.      perwujudan pola ruang; dan
c.       perwujudan kawasan strategis Kabupaten.
2.      Indikasi program utama memuat uraian yang meliputi:
a.       program;
b.      kegiatan;
c.       sumber pendanaan;
d.      instansi pelaksana; dan
e.       waktu dalam tahapan pelaksanaan RTRW.
3.      Pelaksanaan RTRW Kabupaten terbagi dalam 4 (empat) tahapan meliputi:
a.       tahap I (Tahun 2011 - 2015);
b.      tahap II (Tahun 2016 - 2020);
c.       tahap III (Tahun 2021 - 2025); dan
d.      tahap IV (Tahun 2026 - 2031).

3.3. aplikasi perencanaan wilayah di Kabupaten Majalengka
1.      Pembangunan jalan bebas hambatan meliputi:
a.       ruas jalan bebas hambatan Cikampek-Palimanan; dan
b.      ruas jalan bebas hambatan Cileunyi-Sumedang-Dawuan
2.      Pemeliharaan jalan arteri primer meliputi:
a.       ruas jalan batas Majalengka atau Cirebon – Jatiwangi;
b.      jalan raya Jatiwangi;
c.       ruas jalan Jatiwangi – Kadipaten; dll.
3.      Pemeliharaan jalan kolektor primer meliputi:
a.       ruas jalan KH. Abdul Halim Kecamatan Majalengka;
b.      ruas jalan Majalengka – Talaga;
c.       jalan Jend. A. Yani KecamatanTalaga; dll.
4.      Peningkatan jalan lokal sebanyak 125 (seratus dua puluh lima) ruas jalan.
5.      Peningkatan jembatan sebanyak 475 (empat ratus tujuh puluh lima) jembatan yang tersebar di seluruh kecamatan.
6.      Peningkatan terminal penumpang Tipe C menjadi terminal penumpang Tipe A di Kecamatan Kadipaten;
7.      Pembangunan terminal terpadu berada di sekitar kawasan Bandara Internasional Jawa Barat di Kecamatan Kertajati;
8.      Optimalisasi trayek angkutan dalam kota
9.      Optimalisasi trayek angkutan kota dalam provinsi
10.  Optimalisasi trayek angkutan kota antar provinsi berupa trayek Tasikmalaya – Semarang melalui Kecamatan Cikijing.
11.  Pengembangan jalur KA lintas Utara – Selatan yang menghubungkan Kota Kadipaten – Cirebon; dan  pembangunan jalur KA Antar Kota Rancaekek – Jatinangor – Tanjungsari – Kertajati – Kadipaten – Cirebon.
12.  Pembangunan stasiun kereta api berada di Kecamatan Kertajati.
13.  Tatanan kebandarudaraan berupa BIJB berada di Kecamatan Kertajati sebagai pengumpul skala sekunder
14.   KSP Bandara Internasional Jawa Barat dan Kertajati Aerocity
15.  Pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 (tujuh puluh) kilovolt pada jalur Parakan – Kadipaten melalui:
16.  Pengembangan Gardu Induk Cikijing 150 (seratus lima puluh) kilovolt di Kecamatan Cikijing; dan
17.  Pengembangan Gardu Induk Kadipaten 70 (tujuh puluh) kilovolt di Kecamatan Kadipaten.
18.  Pembangunan stasiun-stasiun komunikasi nirkabel di seluruh kecamatan;
.





Rencana Tata Ruang Wilayah atau yang lebih kita kenal dengan istilah RTRW adalah sebuah Rencana peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa agar pemanfaatannya optimal, lestari, seimbang dan serasi bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat
Dalam cerita yang berkembang di masyarakat Kota Majalengka, dikisahkan bahwa penamaan Majalengka berasal dari nama sebuah pohon yakni pohon maja. Kabupaten Majalengka adalah merupakan bagian dari wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 120.424 hektar yang terdiri atas 26 kecamatan, 13 kelurahan dan 321 desa dan secara geografis terletak pada koordinat 60 32’16,39” Lintang Selatan sampai dengan   70 4’ 24,75”  Lintang Selatan dan  1080 2’ 30,87” Bujur Timur sampai dengan 1080 24’ 32,84” Bujur Timur.
Pelaksanaan RTRW Kabupaten terbagi dalam 4 (empat) tahapan meliputi:
a.       tahap I (Tahun 2011 - 2015);
b.      tahap II (Tahun 2016 - 2020);
c.       tahap III (Tahun 2021 - 2025); dan
d.      tahap IV (Tahun 2026 - 2031).
Terwujudnya perencanaan RTRW dengan maksimal

Labels: