LAPORAN
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perencanaan Wilayah
Disusun
oleh :
Nama : Aang Abdu Muamar R
NIM : 1209801001
Jurusan : Adm. Negara/VI/A
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN
GUNUNG DJATI
BANDUNG
2012
Rencana Tata Ruang Wilayah atau yang lebih kita
kenal dengan istilah RTRW adalah sebuah Rencana peruntukkan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa agar pemanfaatannya optimal,
lestari, seimbang dan serasi bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Permen PU
Nomor 16 /PRT/M/2009, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat 2009 – 2029 telah mempengaruhi
perkembangan paradigma dalam penataan ruang kabupaten.
Di sisi lain adanya dinamika perubahan baik internal
maupun eksternal telah mendorong untuk segera menyesuaikan rencana tata ruang
wilayah dalam rangka mengantisipasi perkembangan kegiatan pembangunan,
khususnya di Kabupaten Majalengka. Dinamika perkembangan tersebut di antaranya
rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) dan rencana
pembangunan aerocity di Kecamatan Kertajati, kawasan Gunung Ciremai menjadi
Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), rencana pembangunan tol Cisumdawu, rencana
pembangunan jalur KA Rancaekek – Tanjungsari – Cirebon, pengembangan lokasi
agribisnis, pengembangan pariwisata, dan lain-lain.
Dalam rangka melaksanakan pembangunan daerah, perlu
diupayakan adanya keterpaduan pembangunan sektoral dan wilayah/daerah. Wujud
operasionalnya secara terpadu diselenggarakan melalui pendekatan wilayah yang
tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang komprehensif dan
bersinergi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Provinsi. Keberadaan
atau letak kewilayahan Kabupaten Majalengka sangat strategis pada perkembangan
pembangunan infrasturktur saat ini. Dari sisi konservasi lingkungan, isu global
warming memberikan pengaruh yang besar terhadap kebijakan penataan ruang dan
pengembangan di Kabupaten Majalengka.
Dengan adanya isu tersebut, tentu kebijakan penataan
ruang yang dihasilkan harus sejalan dengan konservasi dan preservasi lingkungan
secara global, serta upaya-upaya mitigasi bencana. Atau dengan kata lain,
kegiatan pembangunan harus tetap dalam koridor dayadukung lingkungan, dan oleh
karenanya keseimbangan alokasi ruang antara kawasan budidaya dan kawasan
lindung merupakan prasyarat yang tetap dibutuhkan
2.1.
Sejarah Majalengka
Dalam cerita
yang berkembang di masyarakat Kota Majalengka, dikisahkan bahwa penamaan
Majalengka berasal dari nama sebuah pohon yakni pohon maja. Saat itu Kota
Majalengka belum bernama Majalengka. Kota Majalengka berupa sebuah kerajaan
Hindu yang dipimpin oleh seorang ratu yang sangat fanatik bernama Nyi Rambutkasih,
ada pula yang menyebutnya Nyi Ambet Kasih
Dahulu, wilayah
Majalengka bernama Sindangkasih. Saat ini kata Sindangkasih digunakan sebagai
nama sebuah desa di Kota Majalengka. Nyi Rambutkasih adalah sosok seorang ratu
yang cantik, sakti, dan bijaksana. Nyi Rambutkasih mampu membuat Sindangkasih
menjadi daerah yang aman, tenteram, makmur dan sentosa.
Sindangkasih
merupakan daerah yang subur. Berbagai tanaman melimpah ruah di daerah ini.
Daerah ini dipenuhi hutan yang membentang ke arah utara dan selatan. Dalam
hutan itu pohon berbatang lurus dan tinggi dengan bentuk daun kecil-kecil,
mendominasi di hutan itu. Pohon itu dinamakan pohon maja. Pohon yang memiliki
khasiat untuk menyembuhkan sakit demam.
Suatu hari,
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah yang telah memerintah Cirebon,
menitahkan kepada anaknya yang bernama Pangeran Muhammad untuk mendapatkan
pohon maja. Ia memberi tugas kepada anaknya karena saat itu warganya sedang
terserang penyakit demam.
Disebabkan pohon
maja memiliki khasiat menyembuhkan demam, maka Pangeran Muhammad pergi bersama
istrinya yang bernama Siti Armilah untuk ke daerah Sindangkasih. Mereka tidak
hanya diberi tugas mencari pohon maja, melainkan memiliki tugas untuk
menyebarkan agama Islam di Sindangkasih, sebuah kerajaan Hindu yang dipimpin
seorang ratu yang fanatik.
Nyi Rambutkasih
sebagai seorang ratu yang sakti, mengetahui maksud kedatangan Pangeran
Muhammad. Ia kemudian mengubah rupa hutan di Sindangkasih menjadi hutan pohon
jati, bukan hutan pohon maja.
Melihat pohon
maja yang dicarinya sudah tidak ada, Pangeran Muhammad pun berkata “Maja
Langka” yang berarti pohon maja tidak ada. Dari situlah ihwal penamaan Kota
Majalengka sekarang ini.
Pangeran
Muhammad yang kecewa kemudian memutuskan tidak akan kembali ke Cirebon. Ia bertapa
di kaki gunung hingga meninggal. Gunung itu kini bernama Margatapa. Sementara
istrinya mendapat amanat dari Pangeran Muhammad sebelum meninggal untuk tetap
mencari pohon maja dan menaklukan Nyi Rambutkasih yang fanatik agar bersedia
memeluk agama Islam.
Nyi Rambutkasih
menolak dengan keras ajakan Nyi Siti Armilah, hingga ia berucap:”Aku seorang
Ratu pelindung rakyat yang berkelakuan jujur dan baik, sebaliknya aku adalah
Ratu yang tak pernah ragu-ragu untuk menghukum rakyatnya yang bertindak curang
dan buruk. Dan karena itu aku tak akan mati dan tidak mau mati.
Kemudian Nyi
Siti Armilah menimpali dengan perkataan,”Jika demikian halnya, makhluk apakah
gerangan namanya yang tidak akan mati dan tidak mau mati?”
Seiring dengan
perkataan Nyi Siti Armilah itu. Nyi Rambutkasih pun lenyap (dalam Bahasa
Sunda ngahiang) tanpa meninggalkan bekas kuburnya. Meskipun demikian, beberapa
petilasan Nyi Rambutkasih masih dianggap angker, diantaranya Sumur
Sindangkasih, Sumur Sundajaya, Sumur Ciasih, dan batu-batu bekas bertapa Nyi
Rambutkasih.
Setelah
peristiwa itu, Nyi Siti Armilah menetap di Kerajaan Sindangkasih dan
menyebarkan agama Islam. Ia dimakamkan di samping kali Citangkurak. Di kali
Citangkurak tumbuh pohon Badori. Sebelum meninggal, Nyi Siti Armilah beramanat
bahwa di dekat kuburannya kelak akan menjadi tempat tinggal penguasa yang
mengatur pemerintahan di daerah maja yang langka.
Letak makam Nyi
Siti Armilah terletak di belakang gedung Kabupaten Majalengka. Masyarakat
Kota Majalengka menamakannya Embah Gedeng Badori dan kerap dikunjungi untuk
ziarah.
Masyarakat
Kota Majalengka sebagian besar masih mempercayai adanya roh Nyi Rambutkasih
yang menjaga atau menguasai Kota Majalengka. Selama rakyat kota Majalengka
masih berkelakuan jujur dan baik, maka kehidupan di Kota Majalengka akan tetap
tenteram, aman, subur, makmur, dan sentosa.
2.2.
Kondisi Geografis
Kabupaten
Majalengka adalah merupakan bagian dari wilayah administrasi Provinsi Jawa
Barat dengan luas wilayah 120.424 hektar yang terdiri atas 26 kecamatan, 13
kelurahan dan 321 desa dan secara geografis terletak pada koordinat 60
32’16,39” Lintang Selatan sampai dengan 70 4’
24,75” Lintang Selatan dan 1080 2’ 30,87” Bujur Timur
sampai dengan 1080 24’ 32,84” Bujur Timur.
Jarak dari
Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten berkisar antara 0 - 37 Kilometer, dan
jarak dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Provinsi Jawa Barat adalah ± 91
Kilometer serta jarak dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Negara adalah ± 200
Kilometer. Batas wilayah administrasi, Kabupaten Majalengka sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sebelah Selatan dengan Kabupaten Ciamis
dan Kabupaten Tasikmalaya, sebelah Barat dengan Kabupaten Sumedang, dan
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon.
Berdasarkan
klasifikasi Kemiringan lahan, Kabupaten Majalengka diklasifikasikan ke dalam 3
(tiga) kelas yaitu landai/dataran rendah (0 – 15 persen), berbukit bergelombang
(15 – 40 persen) dan perbukitan terjal (>40 persen). Sebesar 13,21 persen
dari luas wilayah Kabupaten Majalengka berada pada kemiringan lahan di atas 40
persen, 18,53 persen berada dalam kelas kemiringan lahan 15 - 40 persen, dan
68,26 persen berada pada kelas kemiringan lahan 0 - 15 persen.
Sedangkan
berdasarkan ketinggian, wilayah Kabupaten Majalengka diklasifikasikan dalam 3
(tiga) klasifikasi utama yaitu dataran rendah (0 - 100 mdpl), dataran sedang
(100 - 500 mdpl) dan dataran tinggi (> 500 mdpl). Dataran rendah sebesar
42,21 persen dari luas wilayah, berada di Wilayah Utara Kabupaten Majalengka,
dataran sedang sebesar 20,82 persen dari luas wilayah, umumnya berada di
Wilayah Tengah, dan dataran tinggi sebesar 36,97 persen dari luas wilayah,
mendominasi Wilayah Selatan Kabupaten Majalengka, termasuk di dalamnya wilayah
yang berada pada ketinggian di atas 2.000 mdpl yaitu terletak di sekitar
kawasan kaki Gunung Ciremai.
BAB
III
Perencanaan
di Kab. Majalengka
3.1.
Dasar Hukum
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa
Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950);
3. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
6. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
3, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4169);
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004
tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4441);
10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Republik
Indonesia Negara Nomor 4700);
11. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4735);
13. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Persampahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
14. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956) ;
15. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025
16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
17. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5968);
18. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 7 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
19. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3174);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun
2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4761);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4833);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman
Modal Di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 88,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4861);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5004);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 68
Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
33. Peraturan Presiden Nomor 112
tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan
dan Toko Modern;
34. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
35. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
36. Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 22 Seri E, Tambahan
Lembaran Daerah Nomor 86); dan
37. Peraturan Daerah Kabupaten
Majalengka Nomor 12 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Kabupaten Majalengka Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten
Majalengka Tahun 2008 Nomor 12).
3.2.
Mekanisme Perencanaan wilayah di Kabupaten Majalengka
1.
Arahan pemanfaatan ruang
wilayah terdiri atas:
a.
perwujudan struktur ruang;
b.
perwujudan pola ruang; dan
c.
perwujudan kawasan strategis
Kabupaten.
2.
Indikasi program utama
memuat uraian yang meliputi:
a.
program;
b.
kegiatan;
c.
sumber pendanaan;
d.
instansi pelaksana; dan
e.
waktu dalam tahapan
pelaksanaan RTRW.
3.
Pelaksanaan RTRW Kabupaten
terbagi dalam 4 (empat) tahapan meliputi:
a.
tahap I (Tahun 2011 - 2015);
b.
tahap II (Tahun 2016 -
2020);
c.
tahap III (Tahun 2021 -
2025); dan
d.
tahap IV (Tahun 2026 -
2031).
3.3. aplikasi perencanaan wilayah
di Kabupaten Majalengka
1.
Pembangunan jalan bebas
hambatan meliputi:
a. ruas jalan bebas hambatan Cikampek-Palimanan; dan
b. ruas jalan bebas hambatan Cileunyi-Sumedang-Dawuan
2.
Pemeliharaan jalan arteri
primer meliputi:
a. ruas jalan batas Majalengka atau Cirebon – Jatiwangi;
b. jalan raya Jatiwangi;
c. ruas jalan Jatiwangi – Kadipaten; dll.
3.
Pemeliharaan jalan kolektor
primer meliputi:
a.
ruas jalan KH. Abdul Halim
Kecamatan Majalengka;
b.
ruas jalan Majalengka –
Talaga;
c.
jalan Jend. A. Yani
KecamatanTalaga; dll.
4.
Peningkatan jalan lokal sebanyak
125 (seratus dua puluh lima) ruas jalan.
5.
Peningkatan jembatan
sebanyak 475 (empat ratus tujuh puluh lima) jembatan yang tersebar di seluruh
kecamatan.
6.
Peningkatan terminal
penumpang Tipe C menjadi terminal penumpang Tipe A di Kecamatan Kadipaten;
7.
Pembangunan terminal terpadu
berada di sekitar kawasan Bandara Internasional Jawa Barat di Kecamatan
Kertajati;
8.
Optimalisasi trayek angkutan
dalam kota
9.
Optimalisasi trayek angkutan
kota dalam provinsi
10.
Optimalisasi trayek angkutan
kota antar provinsi berupa trayek Tasikmalaya – Semarang melalui Kecamatan
Cikijing.
11.
Pengembangan jalur KA lintas
Utara – Selatan yang menghubungkan Kota Kadipaten – Cirebon; dan pembangunan jalur KA Antar Kota Rancaekek –
Jatinangor – Tanjungsari – Kertajati – Kadipaten – Cirebon.
12.
Pembangunan stasiun kereta
api berada di Kecamatan Kertajati.
13.
Tatanan kebandarudaraan
berupa BIJB berada di Kecamatan Kertajati sebagai pengumpul skala sekunder
14.
KSP Bandara Internasional Jawa Barat dan
Kertajati Aerocity
15.
Pengembangan jaringan transmisi
tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 (tujuh puluh) kilovolt
pada jalur Parakan – Kadipaten melalui:
16.
Pengembangan Gardu Induk
Cikijing 150 (seratus lima puluh) kilovolt di Kecamatan Cikijing; dan
17.
Pengembangan Gardu Induk
Kadipaten 70 (tujuh puluh) kilovolt di Kecamatan Kadipaten.
18.
Pembangunan stasiun-stasiun
komunikasi nirkabel di seluruh kecamatan;
.
Rencana Tata Ruang
Wilayah atau yang lebih kita kenal dengan istilah RTRW adalah sebuah Rencana
peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang
angkasa agar pemanfaatannya optimal, lestari, seimbang dan serasi bagi
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat
Dalam cerita
yang berkembang di masyarakat Kota Majalengka, dikisahkan bahwa penamaan Majalengka
berasal dari nama sebuah pohon yakni pohon maja. Kabupaten Majalengka adalah
merupakan bagian dari wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat dengan luas
wilayah 120.424 hektar yang terdiri atas 26 kecamatan, 13 kelurahan dan 321
desa dan secara geografis terletak pada koordinat 60 32’16,39”
Lintang Selatan sampai dengan 70 4’ 24,75” Lintang
Selatan dan 1080 2’ 30,87” Bujur Timur sampai dengan 1080
24’ 32,84” Bujur Timur.
Pelaksanaan
RTRW Kabupaten terbagi dalam 4 (empat) tahapan meliputi:
a.
tahap I (Tahun 2011 - 2015);
b.
tahap II (Tahun 2016 -
2020);
c.
tahap III (Tahun 2021 -
2025); dan
d.
tahap IV (Tahun 2026 -
2031).
Terwujudnya
perencanaan RTRW dengan maksimal
Labels: TUGAS KULIAH