Aang Abdu Muamar Rauf
Informasi Pendidikan, Informasi Keuangan, Strategi Marketing dan Konsultant Bisnis Terpercaya
29 June 2012
BRAIN POWERS
A. KORELASI
UMUM
Secara
umum :
1. Manusia
adalah makhluk yang di ciptakan allah
2. Manusia
diberikan karunia oleh allah berupa akal
3. Pusat
manusia untuk mengelola alam adalah akal
4. Yang
membuat perbedaan antara manusia dengan makhluk lainnya adalah akal
5. Akal
terdiri dari otak dan nurani
Problem :
1. Kita
belum bisa memanfaatkan kekuatan akal secara maksimal
2. Kita
masih banyak belum mengerti fungsi otak
3. Kita
kurang melatih otak sehingga kapasitas kemampuan belum maksimal
Akibat :
1. Aspek
social ekonomi
2. Kekurangmampuan
di bidang ekonomi
3. Kemampuan
intelektual kurang
4. Relasi
atau teman tidak banyak
5. Kalah
berkompetisi
6. Tidak
tahu tujuan hidup
7. Sikap
pesimistis
8. Kurang
bersemangat dalam hidup
9. Frustasi
10.
Kurang wawasan, dll
B. MELATIH
OTAK
Umum :
1. Otak
kiri atas : analisis rasio/matematis
2. Otak
kiri bawah : ambisis/cita-cita
3. Otal
kanan atas : kreativitas/alternative history/future
4. Otak
kanan bawah : interpersonal, bicara senyum,dan ekspresi
Sebab
HATI NURANI, AGAMA DAN ADAT
Problem
kapasitas :
1. Otak
kiri atas lebih dari 60 %
2. Otak
kiri bawah kurang dari 50-20 %
3. Otak
kanan atas kurang dari 50-20 %
4. Otak
kanan bawah kurang dari 50-20 %
Sebab
HATI NURANI, MINUS AGAMA DAN MINUS ADAT
a. Melatih
Otak Kiri Atas, melalui : pendidikan formal Tk-Perguruan Tinggi
b. Melatih
Otak Kanan Atas, melalui :
1) Membaca
histori tokoh-tokoh terkemuka dan sukses
2) Banyak
membaca, mendengar dan melihat (observasi)
3) Berpola
kreatif : awal mencontoh, menambahkan, mengurangi, memanjangkan, memendekan,
memodifikasi dan akan muncul inovasi baru
4) Memandang
sesuatu, jangan lurus ke depan, sebaiknya lihat kiri-kanan, depan-belakang
5) Planning
6) Berani
mengungkapkan angan-angan
Hasil latihan : ORANG LEBIH KREATIF DAN
MEMILIKI INTUISI YANG BAIK
c. Melatih
Otak Kanan Bawah, melalui :
1) Memilih
teman dengan talenta ideal, mengkoleksi teman, tetangga, relasi bisnis
sebanyak-banyaknya sebagai pergaulan
2) Melatih
terus komunikasi lisan
3) Banyak
bergaul dengan seluruh tingkatan ekonomi
4) Banyak
membaca buku, majalah, surat kabar atau mendengar radio dan televise untuk
wawasan atau bahan untuk di bincangkan
5) Sering
melakukan travelling atau kunjungan
Hasil latihan : MENJADI KOMUNIKATOR YANG
BAIK, FLEKSIBEL DAN CEPAT BERADAPTASI
d. Melatih
Otak Kiri Bawah, melalui :
1) Selalu
menetapkan cita-cita, target dalam mengarungi kehidupan
2) Cita-cita
dan target di sesuaikan dengan kemampuan
3) Target
dan cita-cita dibuat berdasarkan harian, mingguan, bulanan, tahunan dan
lain-lain agar berkesinambungan
4) Ambisi
di buat menarik agar membuat semangat dalam meraihnya
5) Ambisi
harus dibuat berdasarkan tahapan pencapaian jangan terlalu muluk
Hasil
latihan : PERUBAHAN DAN ADA PENINGKATAN KUALITAS HIDUP
C.
SIKLUS DARI KARAKTER
1. Usia
Balita
Dalam usia balita kita menggunakan
karaktek kecenderungan umum (KCU)“Main”, artinya dalam usia tersebut balita
tersebut kegiatannya main seperti : ucapan bersifat ke kanak-kanakan, dengan
meniru irama kekanak-kanakan, dan bahasa yang sederhana. Pendekatan yang
dipakai adalah pendekatan kekanak-kanakan.
2. Usia
6-9 tahun (sebelum Baligh)
Dalam usia 6-9 tahun kita menggunakan
karakter kecenderungan umum (KCU) “Asik”, artinya segala kegiatan yang
menghasilkan akan terus diulang bahkan tanpa peduli waktu. Pendekatannya harus
mengetahui kegiatan yang dianggap asik oleh anak tersebut, seperti : olahraga,
kesenian, agama, dll
3. Usia
Baligh
KKU “Lembut”, artinya dalam usia
tersebut adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa kedewasaan.
Dalam hal ini kita harus hati-hati mengingat masa ini sangat sensitive, tidak
boleh keras, harus menganggap dewasa dan di hargai. Pendekatan yang dipakai
adalah pendekatan kedewasaan
4. Usia
20-30 tahun
KKU “Eksis”, artinya harus diberi
kesempatan tampil dalam semua kegiatan. Dalam usia ini merupakan cikal bakal
pemimpin, dan perlu dilibatkan langsung dalam semua aspek kegiatan mengingat
masih eneergik, bersemangat dan penuh dinamika. Pendekatan yang dipakai adalah
pendekatan eksis
5. Usia
30-40 tahun
KKU “Materialistis”, artinya segala
sesuatu ada nilai dan kompensasi, mengingat dalam usia ini memiliki tanggung
jawab keluarga dan kecenderungan memupuk harta untuk keluarga. Pendekatan yang
dipakai adalah kerjasama yang menguntungkan
6. Usia
40-50 tahun
KKU “Nepotisme dan Primordialisme”,
artinya segala sesuatu ada hubungan keluarga, kerabat, suku. Keluarga dan
kerabat mulai mendapat perhatian khusus. Pendekatan yang dipakai adalah anak
dan keluarga
7. Usia
50-60 tahun
KKU “Mapan”, artinya segala aktivitas
mulai berkurang dan kecenderungan menghindari kegiatan yang kompleks dan rumit.
Pendekatan yang dipakai adalah mendengarkan dan ambil alih peran lapangan
8. Usia
60-70 tahun
KKU “Ketuhanan”, artinya segala kegiatan
religious sangat menonjol, hal-hal bersifat keduniawian telah berkurang.
Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan religious.
Sumber : Soefandy,
Indra. 2003. Cara berpikir optimal. Jakarta:CV. RESTU AGUNG
Labels: KREASI AANG
24 June 2012
SISTEM PERADILAN PIDANA
A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana
Istilah
Criminal Justice System atau Sistem
Peradilan Pidana (SPP) menunjukkan mekanisme kerja dalam penanggulangan
kejahatan dengan mempergunakan dasar “pendekatan sistem”.
Menurut Remington dan Ohlin mengatakan :
Criminal Justice System dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem
terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana. Sebagai suatu sistem,
peradilan pidana merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan,
praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu
sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara
rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala
keterbatasannya.
Hagan membedakan pengertian Criminal Justice Process dan Criminal Justice System. Criminal Justice
Process adalah setiap tahap dari suatu putusan yang menghadapkan seseorang
tersangka ke dalam proses yang membawanya pada penentuan pidana. Sedangkan Criminal Justice System adalah
interkoneksi antar keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam proses
peradilan pidana.
Menurut Mardjono Reksodipoetro, Sistem
Peradilan Pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari
lembaga-lembaga: Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Pemasyarakatan
terpidana.
Sedangkan tujuan Sistem Peradilan Pidana adalah :
a)
Mencegah
masyarakat menjadi korban kejahatan.
b)
Menyelesaikan
kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah
ditegakkan dan yang bersalah dipidana.
c)
Mengusahakan
agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.
Menurut Muladi, tujuan Sistem Peradilan
Pidana dapat dikategorikan sebagai berikut :
a)
Tujuan
jangka pendek, apabila yang hendak dicapai resosialisasi dan rehabilitasi
pelaku tindak pidana.
b)
Tujuan
jangka menengah, apabila yang hendak dicapai lebih luas yakni pengendalian dan
pencegahan kejahatan dalam konteks politik kriminal (Criminal Policy).
c)
Tujuan
jangka panjang, apabila yang hendak dicapai adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare) dalam konteks politik
sosial (Social Policy).
Selanjutnya menurut Muladi, bahwa Sistem
Peradilan Pidana, sesuai dengan makna dan ruang lingkup sistem dapat bersifat
phisik dalam arti sinkronisasi struktural (Struktural
syncronization), dapat pula bersifat substansial (substancial syncronization) dan dapat pula bersifat kultural (cultural syncronization). Dalam hal
sinkronisasi struktural keserempakan dan keselarasan dituntut dalam mekanisme
administrasi peradilan pidana dalam kerangka hubungan antar lembaga penegak
hukum. Dalam hal sinkronisasi substansial maka keserempakan ini mengandung
makna baik vertikal maupun horisontal dalam kaitannya dengan hukum positif yang
berlaku. Sedang sinkronisasi kultural mengandung usaha untuk selalu serempak
dalam menghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap dan falsafah yang secara
menyeluruh mendasari jalannya Sistem Peradilan Pidana.
Bertitik tolak dari tujuan Sistem Peradilan
Pidana, Mardjono mengemukakan empat komponen Sistem Peradilan Pidana
(Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan) diharapkan dapat
bekerjasama dan dapat membentuk suatu Integrated Criminal Justice System. Apabila keterpaduan dalam bekerja sistem tidak dilakukan,
diperkirakan akan terdapat tiga kerugian yaitu :
a)
Kesukaran
dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan masing-masing instansi
sehubungan dengan tugas mereka bersama.
b)
Kesulitan
dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok di setiap instansi (sebagai
subsistem dari Sistem Peradilan Pidana).
c)
Dikarenakan
tanggung jawab setiap instansi sering kurang jelas terbagi maka setiap instansi
tidak terlalu memperhatikan efektivitas menyeluruh dari Sistem Peradilan
Pidana.
Menurut Muladi, Sistem Peradilan Pidana
merupakan jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana materiil,
hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Secara sederhana Sistem
Peradilan Pidana dapat dipahami sebagai suatu usaha untuk menjawab pertanyaan
apa tugas hukum pidana di masyarakat dan bukan sekedar bagaimana hukum pidana
di dalam Undang-Undang dan bagaimana Hakim menerapkannya.
Sistem Peradilan Pidana
Indonesia berlangsung melalui tiga komponen dasar sistem.
1. Susbtansi.
Merupakan
hasil atau produk sistem termasuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.
2. Struktur.
Yaitu lembaga-lembaga dalam sistem hukum yang
terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.
3. Kultur.
Yaitu bagaimana sebetulnya sistem tersebut akan
diberdayakan. Dengan kata lain kultur adalah merupakan penggerak dari Sistem
Peradilan Pidana.
Berbagai pandangan mengenai Sistem Peradilan
Pidana di atas memiliki dimensi yang berbeda dengan sudut pandang yang berbeda
pula. Sistem Peradilan Pidana merupakan konstruksi (sosial) yang menunjukkan
proses interaksi manusia (di dalamnya terdapat aparatur hukum, pengacara dan
terdakwa, serta masyarakat) yang saling berkaitan dalam membangun dunia
(realitas) yang mereka ciptakan.
Sistem Peradilan Pidana sebagai suatu sistem
pada dasarnya merupakan suatu open system, dalam pengertian Sistem Peradilan
Pidana dalam geraknya akan selalu mengalami interface (interaksi, interkoneksi
dan interdependensi) dengan lingkungannya dalam peringkat-peringkat masyarakat
: ekonomi, politik, pendidikan dan teknologi serta sub sistem sub sistem dari
Sistem Peradilan Pidana itu sendiri (subsystem
of criminal justice system )
B. Manfaat Sistem Peradilan Pidana
Sistem Peradilan Pidana bila diterapkan
secara konsisten, konsekwen dan terpadu antara sub sistem, maka manfaat sistem
peradilan pidana selain dapat mewujudkan tujuan Sistem Peradilan Pidana juga
bermanfaat untuk :
a)
Menghasilkan
data statistik kriminal secara terpusat melalui satu pintu yaitu Polisi. Dengan
data statistik kriminil tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam
menyusun kebijakan kriminil secara terpadu untuk penanggulangan kejahatan.
b)
Mengetahui
keberhasilan dan kegagalan sub sistem secara terpadu dalam penanggulangan
kejahatan.
c)
Kedua
butir 1 dan 2 tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah dalam
kebijakan sosial.
d)
Memberikan
jaminan kepastian hukum baik kepada individu maupun masyarakat.
Sistem ini mulai bekerja pada saat adanya
laporan adanya tindak pidana dari masyarakat, setelah itu Polisi melakukan
penangkapan, seleksi, penyelidikan, penyidikan dan membuat Berita Acara
Pemeriksaan. Para pelaku yang bersalah diteruskan kepada Kejaksaan, sedangkan
yang tidak bersalah dikembalikan kepada masyarakat. Kemudian Jaksa mengadakan
seleksi lagi terhadap pelaku dan mengadakan penuntutan dan membuat surat
tuduhan. Para pelaku yang tidak bersalah dibebaskan, sedang yang bersalah
diajukan ke Pengadilan. Dalam hal inipun pengadilan juga melakukan hal yang
sama, artinya yang tidak terbukti bersalah dibebaskan, sedang yang terbukti
melakukan tindak pidana diserahkan ke Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi
terakhir yang melakukan pembinaan terhadap narapidana. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa secara jelas dengan indikator banyaknya residivis telah
menunjukkan kegaglan dari LP itu sendiri, segagalan i9ni bukan hanya oleh LP
akan tetapi perlu dicermati ada apa dengan Sistem Peradilan Pidana Itu?
Di dalam Sistem Peradilan Pidana terdapat
adanya suatu input-process-output. Adapun yang dimaksud dengan input adalah
laporan/pengaduan tentang terjadinya tindak pidana. Process adalah sebagai
tindakan yang diambil pihak Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga
Pemasyarakatan. Sedangkan output adalah
hasil-hasil yang diperoleh.
Sebagai suatu sistem maka di dalam
mekanismenya adanya suatu syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya kerjasama di
antara sub sistem. Apabila salah satu sub sistem tidak berjalan sebagaimana
mestinya, maka hal itu akan mengganggu sistem secara keseluruhan. Oleh karena
itu, keempat sub sistem itu memiliki hubungan yang erat satu dengan yang
lainnya.
D. Teori Pemidanaan
Menurut Satochid
Kartanegara dan pendapat-pendapat para ahli hukum terkemuka dalam hukum pidana,
mengemukakan teori pemidanaan atau penghukuman dalam hukum pidana dikenal ada
tiga aliran yaitu:
a.
Absolute atau vergeldings theorieen
(vergelden/imbalan)
Aliran ini mengajarkan dasar daripada pemidanaan harus dicari
pada kejahatan itu sendiri untuk menunjukkan kejahatan itu sebagai dasar
hubungan yang dianggap sebagai pembalasan, imbalan (velgelding) terhadap orang
yang melakukan perbuatan jahat. Oleh karena kejahatan itu menimbulkan
penderitaan bagi si korban.
b.
Relative atau doel theorieen
(doel/maksud, tujuan)
Dalam ajaran ini yang dianggap sebagai dasar hukum dari
pemidanaan adalah bukan velgelding, akan tetapi tujuan (doel) dari pidana itu. Jadi
aliran ini menyandarkan hukuman pada maksud dan tujuan pemidanaan itu, artinya
teori ini mencari mamfaat daripada pemidanaan (nut van de straf)
c.
Vereningings theorieen (teori gabungan)
Teori ini sebagai reaksi dari teori sebelumnnya yang
kurang dapat memuaskan menjawab mengenai hakikat dari tujuan pemidanaan. Menurut
ajaran teori ini dasar hukum dari pemidanaan adalah terletak pada kejahatan itu
sendiri, yaitu pembalasan atau siksaan, akan tetapi di samping itu diakuinya
pula sebagai dasar pemidanaan itu adalah tujuan daripada hukum.
sumber :
http://images.dahwirpane.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/T8Q4DQooCG8AAAZSn@I1/Sistem%20Peradilan%20Pidana%20Indonesia.doc?key=dahwirpane:journal:10&nmid=562579946
Labels: Politik